Friday, April 11, 2008

[Menggali Kebudayaan Lokal] 4 Musim Menurut Nenek Moyang Kita

artikel ini di copy paste dari wiedjaya


4 Musim Menurut Nenek Moyang Kita

Nama hari pasaran dan nama bulan yang terbukti ada sebelum kedatangan Ajisaka menunjukkan bahwa Indonesia ini sudah ada penduduknya jauh sebelum kedatangan mereka.

Disamping PASARAN dan Nama Bulan asli Indonesia tersebut, masih ada nama 4 musim yang juga asli pengetahuan peninggalan Aki Dudung, Nama dari ke empat musim tersebut adalah:
1. Mareng
2. Ketigo
3. Labuh
4. Rendheng

Musim Mareng
Adalah waktu ketika hujan makin surut atau makin berkurang
Meliputi bulan Apit Kayu, Koso, Karo,(Mei, Juni Juli).

Musim Ketigo
Adalah waktu musim panas atau musim kering.
Meliputi bulan Ketigo, Kapat, Kelimo (Agustus, September, Oktober).

Musim Labuh
Adalah waktu ketika hujan sering turun
Meliputi bulan Kanem, Kapitu. Kawolu (Nopember, Desember, Januari).

Musim Rendheng
Adakah waktu ketika banyak turun hujan.
Meliputi bulan Kesongo, Kesepuluh, Apit Lemah (Pebruari, Maret, April).

Bahasa yang dipakai untuk nama-nama musim tersebut adalah bahasa NGOKO asli Indonesia seperti halnya dengan nama-nama 12 bulan dan nama hari Pasaran.

Adanya nama 4 musim dengan bahasa NGOKO asli Indonesia ini manambah bukti bahwa kita bukan keturunan bangsa Cina dan bangsa India yang sudah mempunyai bahasa dan budaya sendiri. Sangat tidak masuk akal kalau mereka yang datang itu kemudian menciptakan bahasa dan huruf khusus dilanjutkan dengan membelah-belah diri dan kulturnya menjadi suku Jawa, Sunda, Madura, Batak, Bugis, Minang, Ambon, Dayak dstnya

Pasaran, Bulan dan Tahun ini adalah hasil karya cipta bangsa kita sendiri. Sayangnya banyak details dari perhitungan tahun Indonesia asli peninggalan Aki Dudung ini telah tertimbun dengan penggunaan angka tahun pembawaan bangsa asing yang datang beruntun, misalnya tahun Saka, kemudian disusul oleh peleburan antara tahun Saka dan Tahun Arab yang dikenal sebagai tahun Jawa dan terakhir didesak oleh penggunaan angka tahun Masehi, sehingga pudar.

Memang bila angka tanggalan asli tersebut digunakan sekarang ditengah era globalisasi akan menjadi tidak practical, tetapi setidak-tidaknya dapat dipakai sebagai tolak ukur tinggiya budaya asli bangsa Indonesia dan bahan study para scholars.

Nama Semar itu cuma adanya di Indonesia, hal tersebut menunjukkan bahwa sudah kuatnya bidaya lokal ketika dibanjiri budaya Hindu, sehingga lakon lokalnya tetep saja muncul.

Seperti pasar ayam goreng Indonesia dibanjiri oleh ayam KFC, tapi Mbok Bereknya tetep saja nggak bisa hilang

bersambung

No comments: